Saturday, August 16, 2008

Andaryoko ''Supriyadi'' yang Bikin Geger Jagat Sejarah (1)


Peluncuran buku Mencari Supriyadi dan munculnya sosok Andaryoko Wisnuprabu yang mengaku sebagai Supriyadi yang hilang lebih dari 60 tahun lalu terus membuat geger. Bahkan, dia juga membuat penuturan berbeda dengan versi resmi tentang sejarah proklamasi yang besok diperingati bangsa Indonesia. PRATONO, Semarang

KALAU apa yang dikatakan Andaryoko Wisnuprabu benar, buku-buku sejarah perjuangan kemerdekaan yang ada sekarang akan mengalami revisi. Tidak hanya tentang sosok pahlawan Supriyadi yang hilang misterius, tapi juga mengenai beberapa detail sejarah proklamasi. Sebab, kesaksian dari pria yang selama hidupnya mengaku dekat dengan Bung Karno itu memang agak berbeda.

Andaryoko yang mengaku sebagai Supriyadi kini bak menjadi ''selebriti'' dadakan. Kakek yang sudah berusia 88 tahun itu laris diundang untuk wawancara ke mana-mana. Rumah pria yang selama ini hidup tenang dengan kegiatan kesenian tradisional Jawa di Jalan Mahesa Raya, kawasan Pedurungan, Semarang, ramai dikunjungi orang. Kemarin, misalnya, delegasi dari Pemkot Blitar berkunjung ke rumah Andaryoko.

Tim yang terdiri atas, antara lain, Kepala Humas Pemkot Blitar Ir Made Suka Wardika dan Kepala Kesbanglinmas Yusuf Efendi itu berniat bertemu dengan Andaryoko. Namun, sayang, Andaryoko tidak ada di rumah karena sedang ada wawancara dengan televisi nasional di Jakarta.

Menurut Made, Pemkot Blitar bermaksud membawa Andaryoko ke Blitar untuk melakukan tes kebenaran dan ingatan terhadap beberapa tempat di Blitar. ''Termasuk untuk bertemu dengan kerabat Supriyadi yang ada di Blitar. Semua biaya akan kami tanggung,'' jelas Made.

Meski Andaryoko tak ada di tempat, Tim Penelusuran -nama delegasi dari Pemkot Blitar- itu diizinkan keluarga untuk masuk ke rumah. Mereka menemukan beberapa bukti tentang Andaryoko alias Supriyadi yang mengaku dekat dengan Bung Karno itu. Di gudang rumah yang cukup besar itu tim menemukan foto ukuran 10R Andaryoko saat berada di Istana Negara bersama Presiden Soekarno.

Made mengakui, temuan itu membuat Pemkot Blitar ingin mengetahui lebih lanjut kebenaran Andaryoko adalah Supriyadi. "Sebelumnya sudah ada sepuluh orang yang mengaku sebagai Supriyadi. Tapi, Pemkot Blitar tak menggubris. Sebab, pengakuan mereka tak disertai bukti-bukti ilmiah dan cenderung berkaitan dengan ilmu kanuragan,'' ungkapnya.

Namun, pengakuan Andaryoko kali ini yang disertai bukti-bukti ilmiah membuat Pemkot Blitar tergerak untuk membuktikan lebih dalam. ''Kedatangan kami karena juga diinstruksikan Wali Kota Blitar Djarot Syaiful Hidayat,'' terangnya.

Temuan lain yang juga menguatkan, kata Made, tak ada motivasi ekonomi dari Andaryoko terhadap pengakuannya. Bahkan, keluarga Andaryoko cukup mapan dan berhasil. ''Melihat kondisi rumah Andaryoko, tampaknya, tidak mengejar sensasi untuk memperoleh materi,'' katanya.

Menurut Made, pola kehidupan yang dianut keluarga Andaryoko -selama ini dikenal sebagai ketua Perkumpulan Kesenian Sobokarti Semarang- penuh dengan kesederhanaan. ''Bahkan, salah seorang putri Andaryoko merupakan duta besar di Oslo, Norwegia,'' katanya.

Duta besar yang disebut Made adalah Retno Lestari Priansari Marsudi. Diplomat cemerlang tempaan Deplu itu menempati posnya di Oslo sejak 2005. Wanita kelahiran Semarang, 27 November 1962, itu adalah lulusan UGM yang melanjutkan pendidikan hukum internasional di Haagse Hogeschool, Den Haag, Belanda.

Meski kemarin gagal bertemu dengan Andaryoko, Tim Penelusuran dari Pemkot Blitar itu tidak putus asa. Dari Semarang, tim tersebut melanjutkan perjalanan ke Jogja. Mereka akan bergabung dalam acara bedah buku Mencari Supriyadi, Kesaksian Pengawal Utama Presiden. Selain menghadirkan penulisnya, Dr Baskara T. Wardaya, acara di Kota Gudeg itu akan menghadirkan "Supriyadi" alias Andaryoko.

Andaryoko dalam wawancara sebelumnya memang terkesan santai menghadapi banyak orang yang meragukan ''kesupriyadiannya''.

''Saya tidak mengurus orang yang tidak percaya. Itu kan hak pribadi orang masing-masing,'' kata Andaryoko.

Dia menjelaskan, apa yang diungkapkannya semata-mata demi kepentingan nasional. Sebagai orang yang mengetahui jalannya sejarah, dia berkewajiban mengungkap kebenarannya. ''Kalau saya tidak membuka (pengakuan), saya berdosa,'' katanya.

Selain tentang sikapnya yang memilih ''menghilang'' selama lebih dari 60 tahun, beberapa hal kontroversial yang diungkapkan ''pemimpin pemberontakan Peta di Blitar itu'' adalah soal detik-detik menjelang proklamasi.

Dalam pelarian (jadi buron bala tentara Jepang) setelah gagal memimpin pemberontakan Peta di Blitar pada Februari 1945, Andaryoko alias Supriyadi mendampingi Bung Karno di Jakarta. Karena itu, dia mengaku tahu proses dideklarasikannya kemerdekaan Indonesia.

Menurut Andaryoko, naskah proklamasi yang legendaris itu tidak dibuat di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda (panglima AL Jepang di Indonesia saat itu), namun di rumah Bung Karno, Jalan Pegangsaan Timur.

Begitu juga pengibar Sang Saka Merah Putih. Beberapa sumber menyebutkan nama berbeda-beda. Di antaranya, ada nama Latief Hendraningrat, Suhud, Singgih, dan Ilyas Karim. ''Yang pakai celana pendek waktu mengibarkan bendera itu saya, Andaryoko atau Supriyadi,'' akunya.

Menurut Andaryoko, saat Bung Karno membacakan Teks Proklamasi 17 Agustus 1945, dirinya masih memakai nama Supriyadi. Namun, saat diangkat Bung Karno menjadi menteri keamanan rakyat dan panglima tertinggi TKR, nama Supriyadi tidak dipakai. Dia mengaku selama beberapa lama menduduki jabatan itu sebelum akhirnya mundur.

Cerita itu berbeda dengan yang tercatat dalam buku sejarah selama ini. Dalam buku disebutkan, setelah Bung Karno menunjuk Supriyadi menjadi menteri keamanan rakyat dan panglima TKR, yang bersangkutan tidak muncul. Dan, sejak saat itu, dia dinyatakan hilang. Bahkan, Supriyadi dikabarkan gugur di tangan pasukan Jepang.

Soal status asal usulnya juga tak kalah kontroversial. Menurut dia, Supriyadi bukan putra Jawa Timur seperti yang dikenal selama ini. Sebab, dia mengaku lahir di Jalan Banyubiru, kampung Sinoman, Kota Salatiga, pada 23 Maret 1920. Ayahnya bernama Pudjo Kusumo yang bertugas sebagai wedana Salatiga dan ibunya bernama Sudjinah. Pada akhir 1943, dia minggat dari Salatiga untuk mendaftar ke Peta (Pembela Tanah Air) bentukan Jepang di Blitar.

Agar tidak dideteksi keluarga di Salatiga, dia mendaftar Peta dengan catatan kelahiran Trenggalek, 13 April 1923 (sengaja dibuat lebih muda). ''Saya mendaftar di Blitar karena orang tua tidak merestui saya menjadi tentara,'' katanya.

Mengenai catatan sejarah yang menyebut Supriyadi anak Bupati Blitar Darmadi, Andaryoko membantah. Menurut dia, bupati Blitar saat itu memang Darmadi. Namun, Darmadi bukanlah keluarganya. ''Saat itu memang Pak Darmadi ingin mengangkat saya sebagai anak,'' katanya.

Pernyataan Andaryoko bahwa Supriyadi bukan anak Darmadi itu mengagetkan keluarga mantan bupati Blitar tersebut. Apalagi, hingga sekarang, pemerintah masih mencatat bahwa ahli waris pahlawan nasional Supriyadi adalah keluarga Darmadi.

"Dia (Supriyadi) itu benar-benar kakak saya," kata Setiyono Darmadi, 73, adik keenam Supriyadi yang tinggal di kawasan Rungkut, Surabaya, saat dihubungi Jawa Pos tadi malam.

Meski belum bertemu langsung dengan Andaryoko serta hanya melihat dari koran dan televisi, kakek yang akrab dipanggil Lilik di keluarga besar Darmadi itu bisa memastikan bahwa Andaryoko bukanlah Supriyadi. "Dilihat dari fisiknya, itu jelas bukan Mas Pri (sebutan Supriyadi)," kata Setiyono.

Menurut dia, sosok kakaknya tidak seperti yang tampak pada Andaryoko. Supriyadi memiliki ciri-ciri daun telinga sedang, mata agak sipit, dan tidak pernah berkumis. "Badannya (Andaryoko) terlihat lebih tinggi dibandingkan Mas Pri," katnya.

Selain itu, lanjut Setiyono, alasan Andaryoko yang tidak mau muncul di publik dengan alasan sembunyi tidak masuk akal. Sebab, bagaimanapun dan siapa pun orangnya, pasti mencari keluarga yang masih hidup. Andaryoko tidak pernah melakukan itu, hanya muncul di media.

Setiyono mengakui, ayahnya menikah dua kali. Dengan istri pertama, dia memiliki dua anak (Supriyadi jadi si sulung). Dengan istri kedua, lahir Setyono dan saudara-saudara yang lain. "Total ada 13 bersaudara. Tiga di antaranya meninggal dunia, termasuk Supriyadi. Sisanya kini masih hidup dan tinggal berpencar di beberapa kota," tuturnya.

Setiyono mengakui tidak sempat berhubungan lama dengan Supriyadi. Dia berpisah dengan sang kakak saat usianya baru 10 tahun. "Terakhir bertemu sebelum pemberontakan Februari 1945," ucapnya sambil mengenang.

Dia mengaku lupa kejadian-kejadian khusus di keluarga saat bersama Supriyadi. Bahkan, tidak ada satu pun barang peninggalan keluarga, seperti foto, yang masih tersisa. "Semua disita tentara Jepang. Rumah kami di Nganjuk diobrak-abrik. Tidak ada yang kami bawa," ujarnya.

Dengan sejarah keluarga seperti itu, Setiyono kaget jika ada "Supriyadi" yang mengaku bukan anggota keluarganya. (Diperkaya laporan Eko Priyono dari Surabaya/el)

1 comment:

Anonymous said...

Artikel anda di

http://nasional.infogue.com/andaryoko_supriyadi_yang_bikin_geger_jagat_sejarah_1_

promosikan artikel anda di infoGue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema untuk para netter Indonesia. Salam!