Wednesday, September 03, 2008

Kunjungi Tanah Suci saat Lingkungan Masjidilharam Dirombak Besar-besaran (1)


Protes Batalkan Pemasangan Eskalator di Tempat Sai

Arab Saudi sedang memperluas Masjidilharam di Makkah. Aktivitas pembongkaran bangunan besar-besaran dilakukan untuk megaproyek itu. Apa dampaknya bagi calon jamaah haji Indonesia? Berikut catatan wartawan Jawa Pos SAMSUDIN ADLAWI dan ABDUL MUIS yang baru dari sana.

DERU mesin puluhan dump truck dan berbagai alat berat meraung-raung di sekitar Masjidilharam. Truk-truk itu hilir mudik mengangkut bongkahan batu, tanah, dan beton yang dihancurkan backhoe. Kepulan debu pun beterbangan dari kaki gunung dan bangunan bekas hotel yang dirobohkan. Anehnya, lantai granit putih tulang di sekeliling Kakbah tetap bersih. Padahal, tak ada tudung apa pun yang menutupi lantai tempat orang tawaf (mengelilingi) bangunan kubus yang ditutup kain hitam itu.

Akitivitas pembongkaran itu berlangsung siang hingga malam. Nonstop. Hanya kumandang azan dari menara tinggi Masjidilharam yang menghentikan aktivitas itu. Begitu muazin melantunkan panggilan salat, para pekerja turun dari kabin truk dan alat berat.

Operator mesin derek (crane) yang memasok material ke atas lokasi perluasan lintasan sai juga langsung menghentikan kegiatan. Namun, karena sedang berada di ketinggian puluhan meter, mereka memilih salat di tempat.

Di bawah terik matahari dengan suhu 45 derajat Celcius, Jawa Pos menyaksikan satu per satu kawasan yang selama ini dikenal para ''tamu Allah'' pengunjung kota Makkah. Mulai Jabal (gunung) Umar, kawasan Samiah, hingga Pasar Seng yang menjadi tempat belanja favorit jamaah haji Indonesia. Demikian juga, hotel-hotel berbintang seperti Makkah Sofitel, Grand Makkah, New Safa Hotel, dan Sheraton Hotel.

Kawasan dalam Masjidilharam yang ikut dibongkar adalah lokasi sai (salah satu rukun umrah/haji, yakni berlari kecil dari bukit Safa ke Marwah). Karena masih dalam tahap penggarapan, jamaah umrah -termasuk Jawa Pos- harus melakukan sai di jalur baru. Tepat berada di kiri jalur lama yang ditutup rapat dengan dinding terpal warna biru.

Saking rapatnya tutup terpal itu, jamaah umrah tidak bisa melihat wujud bukit Safa dan Marwah. Begitu pula saat mulai sai, jamaah umrah tidak bisa melihat Kakbah dari bukit Safa seperti dahulu. Mereka cukup melambaikan tangan, baik saat memulai sai maupun ketika melintas di bukit Safa dan Marwah.

Perluasan jalur sai terus dikebut sehingga pada musim haji tahun ini diharapkan sudah bisa dipergunakan. Jawa Pos mengintip dari dinding terpal yang berlubang, sejumlah pekerja sedang sibuk memasang ornamen dan batu granit di setiap tiang-tiang penyangga lantai dua.

Berbeda dengan tiang lama yang didominasi warna krem dan kuning keemasan, tiang-tiang di lokasi sai yang baru didominasi granit warna merah muda dan biru tua. ''Kalau sudah jadi nanti, jalur sai akan tambah luas. Dua kali lipat dari yang sekarang. Termasuk jalur khusus untuk jamaah yang menggunakan kursi roda,'' tutur Syaiful Bahri, pria asal Madura, yang sering menjadi pemandu jamaah umrah.

Khusus jalur untuk jamaah berkursi roda, rencana awalnya akan dibuatkan eskalator datar (horizontal escalator) seperti yang ada di bandara-bandara internasional. Dengan demikian, jamaah tidak perlu menggerakkan kursi roda atau didorong orang lain. Namun, rencana itu dibatalkan setelah diprotes sejumlah pemimpin negara Islam. Alasan yang mendasar, hakikat ibadah sai itu mengutamakan kegiatan berjalan (kaki). Bukan diam di atas tempat yang bergerak.

Perluasan Masjidilharam untuk menciptakan suasana lapang sehingga jamaah haji dan umrah yang setiap tahun terus bertambah jumlahnya bisa melakukan aktivitas ibadah dengan nyaman. Kerajaan Arab Saudi menganggap penting megaproyek itu karena bangunan Masjidilharam saat ini mulai terasa sempit dan ''kumuh''. Di sekitarnya banyak berdiri lapak pedagang. Selain itu, banyak hotel dan bangunan lain cukup dekat dengan masjid. Hotel dan bangunan itu tampak kurang tertata rapi.

Banyaknya hotel yang dibongkar untuk perluasan Masjidilharam berdampak pada jumlah penginapan dekat Masjidilharam berkurang. Akibatnya, demand dan supply tidak berimbang. Hotel yang tadi berjarak cukup jauh dari Masjidilharam dan hanya ramai saat musim haji sekarang menjadi ramai. Hotel-hotel itu dipenuhi jamaah umrah dari berbagai penjuru dunia.

Sebenarnya tidak jauh dari Masjidilharam berdiri beberapa hotel berbintang lima, seperti Hilton dan Dar al-Tawhid. Juga, ini yang paling baru dan cukup dekat jaraknya dengan Masjidilharam, Zamzam Tower. Saking dekatnya, begitu keluar dari balkon hotel, kaki kita sudah menginjak halaman Masjidilharam. Namun, tarifnya lumayan mahal. Hanya beberapa jamaah Indonesia yang mampu menginap di sana.

Saat ini banyak di antara jamaah umrah dari Indonesia yang memilih menginap di daerah Misfalah. Selain bertarif murah, jaraknya tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 100-150 meter dari Masjidilharam. Kelebihan yang lain, daerah itu bebas dari jangkauan debu pembongkaran gedung dan bukit.

Meski demikian, memasuki Ramadan seperti sekarang hotel-hotel di Makkah ramai-ramai menaikkan tarif. Hotel bintang empat yang biasanya hanya bertarif 450 riyal (SAR 450) atau sekitar Rp 1.100.00 per malam pada saat Ramadan mematok tarif SAR 800 per malam atau hampir dua kali lipat.

Puncaknya pada 10 hari terakhir Ramadan nanti. Saat itu, tarifnya lebih gila. Satu paket selama 10 malam, hotel bintang empat akan mematok tarif hingga SAR 22.000 atau 2.200 riyal (lebih dari Rp 5 juta) per malam.

Bagi jamaah umrah yang hanya punya uang pas-pasan, masih ada alternatif penginapan. Yakni, di hotel yang berada di jalan-jalan sempit sekelas Hotel Joharat al-Hujjaj. Yang penting kamarnya bersih. Jaraknya tidak teramat jauh dari Masjidilharam. Tarif hotel kelas itu berkisar SAR 12.000 per 10 malam.

Renovasi di sekitar Masjidilharam juga berdampak pada persiapan penyelenggaran ibadah haji Indonesia. ''Pembongkaran besar-besaran ini sangat berpengaruh kepada penyelenggaraan haji tahun ini,'' papar Dharmakirty Syailendra Putra, konsul pada Konsulat Jenderal RI di Jeddah.

Yang sudah pasti, lanjut dia, harga pemondokan jamaah haji melonjak drastis. Tahun lalu, sebelum ada pembongkaran, harga sewa/kontrak perumahan atau pemondokan hanya USD 2.000. Tapi, tahun ini para pemiliknya jual mahal. Mereka memasang banderol USD 3.000. Padahal, pemerintah sudah menetapkan pagu untuk sewa maktab seperti tahun lalu, yakni USD 2.000. Akibatnya, panitia penyelenggara haji kesulitan mencari perumahan untuk maktab calon jamaah haji Indonesia. Apalagi, mencari yang harganya murah seperti tahun lalu.

Selain biaya sewa yang naik drastis, letak pemondokan itu lebih jauh dari Masjidilharam. Itu logis. Sebab, setelah adanya pembongkaran besar-besaran, hotel dan pemondokan di sekitar Masjidilharam menjadi sedikit. Akibatnya, kebutuhan pemondokan untuk jamaah haji bergeser ke tempat yang lebih jauh. Itu dialami panitia penyelenggara haji seluruh dunia. ''Jadi, bukan hanya Indonesia,'' kata Dharmakirty.

Kalau tahun lalu letak pemondokan jamaah haji Indonesia paling dekat ke Masjidilharam 1,4 kilometer, sekarang mencapai 1,7 kilometer. Konsekuensinya, panitia harus menyediakan kendaraan tambahan. Semua itu membutuhkan biaya.

''Penyebab-penyebab ini yang harus dimaklumi jamaah haji. Jangan ada penilaian ongkos haji naik, jarak maktab tambah jauh,'' katanya. (el)

No comments: