Friday, September 05, 2008

Kunjungi Tanah Suci saat Lingkungan Masjidilharam Dirombak ( 2- Habis )

Lewat 13 Pintu Favorit Harus Siapkan Masker

Megaproyek perluasan Masjidilharam yang dikerjakan nonstop tidak mengganggu aktivitas ibadah para jamaah umrah. Namun, tetap ada beberapa "kenyamanan" yang hilang dan tidak bisa dinikmati lagi seperti dulu. Berikut lanjutan laporan wartawan Jawa Pos SAMSUDIN ADLAWI dan ABDUL MUIS.

PANGGILAN azan salat Asar terdengar dari menara Masjidilharam. Mendengar suara muazin itu, puluhan ribu jamaah umrah beranjak dari penginapan masing-masing. Di luar mereka harus melawan terik matahari akhir Agustus yang menyengat, ditambah debu jalanan hasil pembongkaran bangunan dan bukit sekitar Masjidilharam.

Saat memasuki pelataran masjid, para jamaah dari berbagai bangsa itu berjalan cukup tertib. Tidak ada yang berebut meski kumandang azan sudah berganti iqamah yang menandakan salat berjamaah segera mulai. Beberapa orang memilih langsung membentangkan sajadah di pelataran dan tidak masuk masjid, takut terlambat.

Jamaah yang tidak membawa sajadah juga tak perlu bingung. Mereka bisa langsung berdiri dengan tumit di posisi saf (garis salat) sembari menata sandal dan sepatu di dekatnya. "Rasanya seperti salat di dalam kamar yang lantainya baru dipel pembantu," seloroh Bachtiar, jamaah asal Mojokerto, yang berangkat dengan BIA Travel Surabaya.

Meski sehari-hari sekitar Masjidilharam diguyur debu efek penghancuran gunung (Jabal) Umar yang bekerja nonstop, lantai di pelataran Masjidilharam tetap bersih dan tak berdebu. Begitu pula aktivitas perluasan di dalam masjid tidak sampai mengganggu kekhusyukan ibadah. Mereka tetap bisa salat sunah, membaca Alquran, tawaf, sai, tanpa terganggu oleh aktivitas para pekerja megaproyek itu.

Hanya, di beberapa pintu masjid, para jamaah tidak bisa seenaknya masuk seperti bulan-bulan sebelumnya. Terutama pintu-pintu yang menghadap langsung ke Jabal Umar. Tercatat ada 13 pintu yang aksesnya agak terganggu. Yakni, pintu 12 hingga 24.

Pintu-pintu yang terganggu akibat perluasan Masjidilharam itu bernama Quraisy, Afqodisiah, Oziz Thuwa, Umar Abdul Aziz, Murod, Hudaibah, Babussalam Jahid, Garoroh, Alfathah, Faruq Umar, Nadwah, Syamsiah, dan Alqudus. Jamaah kini tidak nyaman lewat pintu-pintu itu. Mereka harus siap menutup mulut dan hidung dengan masker.

Tahun lalu pintu-pintu tersebut menjadi favorit jamaah, baik haji maupun umrah. Sebab, begitu keluar dari pintu-pintu itu jamaah langsung sampai di tempat belanja murah dan hotel murah. Keluar dari pintu Masjidilharam lalu naik tangga sudah masuk kawasan Pasar Seng. Jawa Pos yang mencoba lewat pintu Alfathah dan hendak ke Pasar Seng terpaksa balik arah. Sebab, selain tidak membawa masker, debu tebal beterbangan dari arah Jabal Umar dan bangunan hotel yang sedang dihancurkan.

Begitu pula saat mau masuk salah satu dari 11 pintu yang ada di sisi kawasan menuju Aziziah, juga gagal. Tak satu pun dari pintu pertama, yakni Pintu Shafa, Babussalam, sampai Marwah yang buka. Pintu-pintu di kawasan tersebut ditutup total. Bahkan, area sai juga dibungkus rapat dengan terpal biru. Malah di tempat ini ada beberapa askar (petugas keamanan) yang berjaga-jaga.

Di area itu jamaah umrah juga sudah tidak bisa melihat lagi bangunan rumah yang konon jadi tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Lokasi bangunan itu amat dekat dengan Pasar Seng.

Saking luasnya, areal Masjidilharam memiliki sedikitnya 94 pintu. Antara lain, pintu King Abdul Aziz yang menghadap perpustakaan dan Jabal Umar. Lalu, pintu Amir Fath yang menghadap persis pintu masuk Tower Zamzam Hotel. Pintu inilah yang menjadi andalan keluar masuknya para jamaah umrah menjelang bulan haji tahun ini.

Selain itu, akses yang masih terbuka adalah pintu Abbas, Bani Hasyim, Ali, Nabi, dan Bani Syaiban. Lalu pintu Arofah, Mina, Bilal, Abu Bakar, Umar, serta pintu Umrah yang menghubungkan jalan menuju Hotel Hilton dan Hotel At Darul Tauhid.

Selain tidak ada debu yang mengganggu jamaah di luar masjid, debu-debu penghancuran bangunan hotel dan gunung tersebut tak sampai masuk area dalam masjid. Lantai masjid dan lantai terbuka di sekitar Hajar Aswad tempat tawaf tetap bersih mengkilat. Sesekali tenaga cleaning service tampak membersihkannya. Begitu pula kiswah (kain hitam yang dihiasi sulaman benang emas) yang membungkus Kakbah tetap tampak bersih dari debu.

Tetap bersihnya areal di dalam masjid itu diduga tak lepas dari desain bangunan Masjidilharam. Konstruksinya seperti "benteng" mengelilingi Kakbah yang dilengkapi tujuh menara yang menjulang tinggi. Namun, alasan ini juga sulit diterima. Sebab, bangunan kubus yang menjadi kiblat umat Islam sedunia itu berada di lembah bukit Makkah paling rendah.

Lantas, bagaimana dengan hamparan lantai di luar masjid yang juga tak kalah bersih? Padahal, iringan debu limbah proyek perluasan Masjidilharam seharusnya mudah mencium lantai yang terbuat dari batu granit itu. Apalagi, jarak proyek itu hanya selemparan batu dari Masjidilharam. Ditambah hawa kering dan embusan angin gurun yang cukup kencang!

Penasaran dengan itu, seusai salat Subuh, Jawa Pos tidak langsung kembali ke kamar di Tower 5 Hotel Hilton. Saat di halaman Masjidilharam itulah, Jawa Pos melihat sekelompok cleaning service mengepel lantai luar masjid. Teknik mengepelnya seperti di Indonesia: membawa timba berisi air dan sapu pel.

Salah seorang dari mereka ternyata dari Indonesia. Namanya Rofiq. Usianya baru 22 tahun. TKI asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, itu bersama teman-temannya mendapat tugas membersihkan lantai halaman luar masjid. ''Pokoknya, yang berseragam biru seperti saya, tanggung jawabnya menjaga kebersihan di luar Masjidilharam,'' ujarnya.

Selain petugas berseragam biru, ada petugas berseragam hijau. Mereka bertanggung jawab atas kebersihan di dalam Masjidilharam. Termasuk membersihkan lantai terbuka tempat tawaf yang mengelilingi Hajar Aswad. Sedangkan yang berseragam biru tua bukan ketelpak adalah teknisi AC. "Petugas yang mengenakan seragam krem bertugas mengisi ulang galon air zamzam," katanya.

Di dalam Masjidilharam memang terdapat ribuan galon air zamzam. Galon warna krem itu ditata rapi berbanjar. Setiap banjar ada yang 12 galon, 14 galon, dan 16 galon. Di kanan setiap galon terdapat tumpukan gelas plastik bersih. Di sebelah kirinya disediakan tempat untuk menaruh gelas habis pakai. Yang tidak bisa minum air dingin, disediakan galon yang ditandai dengan tulisan Arab warna biru.

Galon-galon itu ditaruh di kanan atau kiri lorong 94 pintu masuk. Juga ada yang ditaruh di serambi dan di lingkaran tawaf paling luar. Bahkan, di halaman luar masjid juga disediakan galon air zamzam. Galon-galon air zamzam itu diletakkan tepat di luar mulut setiap pintu masuk.

Setiap saat jamaah umrah maupun haji bisa minum air zamzam tanpa harus antre. Jamaah juga tidak perlu khawatir kehabisan air zamzam. Sebab, setiap saat petugas berseragam krem -seperti warna galon air zamzam- siap mengisi galon-galon yang habis. Jumlah mereka cukup banyak. Sama banyaknya dengan jumlah petugas kebersihan. ''Total petugas kebersihan dan pengisi galon zamzam mencapai 1.000 orang,'' kata Hazim M. Hassanain, pengusaha yang menjadi partner bisnis Jawa Pos di Jeddah.

Mereka dibagi dalam tiga sif. Masing-masing sif bekerja delapan jam. Dengan demikian, selama 24 jam nonstop di lingkungan Masjidilharam selalu siaga petugas kebersihan dan isi ulang galon air zamzam. Logistik air inilah yang menyebabkan jamaah tetap bisa nyaman beribadah. Mulai iktikaf di dalam Masjidilharam, tawaf, salat, zikir, sampai membaca Alquran.

Gema zikir dan bacaan kalam Ilahi tersebut membuat suara bising akibat hiruk pikuk proyek perluasan Masjidilharam sama sekali tak terdengar. Padahal, dari lantai 14 Tower 5 Hotel Hilton, tempat Jawa Pos menginap, derum mesin alat-alat berat itu nyaring terdengar. (el)

No comments: