Monday, September 22, 2008

Menghormati Orang Tidak Berpuasa di Negara Turki (3-Habis)


Tak Ada Job untuk Pelawak dan Artis di Siaran Ramazan

Media Turki juga bebas membuat siaran Ramadan atau tetap ''tidak puasa''. Perbedaan itu cukup kentara. Dan, siaran-siaran agama di Turki sangat berbeda dengan di Indonesia yang sangat banyak bercanda itu.


ROHMAN BUDIJANTO, Ankara

TELEVISI Turki juga sangat kentara mana yang ''puasa'' dan mana yang tidak. Kebanyakan televisi memang membuat acara khusus Ramazan. Baik menjelang iftar (buka) maupun sahur. Baik yang siaran canli (langsung) maupun tidak. Tapi, ada juga yang tidak segan tak menyinggung sedikit pun soal Ramadan dalam acaranya. Tapi, kaum muslim taat Turki pasti bersyukur karena lebih banyak televisi yang punya acara khusus Ramazan. Dan, setiap televisi Turki yang dipantau di Ankara berwawasan ''NKRT'' alias Negara Kesatuan Republik Turki. Bukan televisi lokal.

Buktinya, televisi memaparkan daftar jadwal buka dan sahur, meliputi seluruh wilayah-wilayah utama Turki. Wilayah Turki yang merentang sekitar 1.500 km dari timur (Iqdir di dekat Armenia) sampai ke barat (Edirne, dekat Yunani) menjadikan ada cukup signifikan selisih waktu dari satu kota ke kota lain. Informasi itu penting bagi orang buka puasa dan sahur.

Di Star TV saat acara Sahur Ozel dini hari kemarin, misalnya. Saat Nihat Hatipoglu, sang ulama, memberikan ceramah dan menjawab wawasan keagamaan, di pinggir layar televisi ada daftar kota-kota berikut saat imsak atau subuh tiba. Ketika, misalnya, kota Batman imsak pukul 04.28 dan sudah tiba, warna kotanya dari hijau menjadi merah. Untuk Ankara, waktu imsak pukul 05.03.

Begitupun ketika iftar atau buka tiba. Daftar kota yang sudah memasuki saat berbuka puasa -rata-rata hampir pukul 19.00- berubah menjadi hijau. Lalu, ketika semua sudah masuk magrib, televisi menyerukan azan. Yang unik, selain ada yang menyajikan dengan utuh, ada azan yang diedit. Misalnya, di TRT TV. Begitu kota terakhir tiba saat magrib, terdengarlah alunan azan yang sangat merdu dan mendayu. Ternyata suara azan yang indah itu tak bisa dinikmati utuh. Dari Allahu Akbar... ternyata langsung diedit ke bait terakhir, yakni Laa ilaha ilallah....

Tapi, itu bukan karena TRT televisi sekuler. Televisi itu justru sangat banyak mengekspos acara Islam saat puasa sekarang ini. Baik berupa ceramah agama maupun acara musik religius. Azan yang dipersingkat itu, rupanya, demi efisiensi waktu. Sebab, setelah azan dilanjutkan acara agama lagi. Yang penting warga muslim tahu bahwa seluruh Turki sudah magrib.

Yang membedakan dengan acara-acara Ramadan di Indonesia, semua acara puasa di televisi Turki berpenampilan serius. Pelawak dan artis, kecuali pemusik religius, tak dapat tempat di acara Ramazan. Tak ada tawa, canda, dan kuis-kuis agama sepele seperti yang mewabah di Indonesia saat puasa. Misalnya, acara yang diasuh ulama Nihat Hatipoglu berupa tanya jawab dan wawasan agama.

Sang ulama terlihat tak pernah tertawa lebar meski wajahnya ramah dan tampak bijak dengan rambut putihnya. Bahkan, sepanjang acara, agamawan yang juga dokter itu tak menatap kamera, tetapi menatap tiga pria di depannya. Mereka adalah penyanyi religius yang setiap jeda menyelingi dengan lagu religius. Di sela itu, rupanya, dimanfaatkan sang ulama makan sahur.

Ulama serius Nihat Hatipoglu itu, rupanya, cocok dengan selera orang Turki. Sebab, saat acara sahur, ternyata ada dua televisi yang menyiarkan acaranya. Tentu yang satu canli (live), yang lain rekaman. Nihat dengan kalem melayani pertanyaan agama, misalnya tayamum atau zakat. Nihat sesekali mengutip Hadis Hz (Hazrat) Rasulullah SAW.

Jangan dibayangkan ulama dan penampil di acara Ramazan televisi Turki berpakaian baju koko atau gamis dan berpeci haji, yang telanjur dianggap pakaian muslim itu. Mereka mirip orang Eropa, yakni berjas, berdasi, tanpa penutup kepala. Tak berbeda dengan penampilan banker atau pengacara di Indonesia. Begitu pula pendukung acara, termasuk penabuh rebana. Semua berjas dan berdasi. Bahkan, seni tasawuf yang dilakukan lima penampil di Flash TV dalam acara Sahur Vakti, mereka berkemeja, celana, dan sepatu hitam-hitam tapi... berdasi. Hitam pula.

Acara-acara buka dan sahur di televisi juga dihadiri penonton di studio. Penampilan mereka pun tidak direkayasa. Kalau di televisi Indonesia, untuk acara Ramadan, penontonnya pasti para perempuan berjilbab dan lelaki berpakaian ''muslim''. Tapi, di televisi Turki, penonton berpenampilan berbeda-beda. Laki-laki dan perempuan juga tak dipisahkan. Sesekali kamerawan televisi menyorot wanita cantik di antara penonton.

Penonton wanita banyak yang berjilbab, ada juga yang tak berjilbab. Jilbab perempuan Turki pun kelihatan lebih meriah, berwarna-warni. Kebanyakan jilbab itu jadi berbentuk ''keong'' karena di belakang ujung kepala ada gulungan rambut yang harus ditutupi. Orang Turki biasanya berambut tebal.

Selain televisi, koran-koran Turki juga banyak yang menyambut Ramadan dengan halaman khusus. Dua koran penting Turki, Takvim dan Sozcu menyediakan satu halaman khusus Ramazan. Selain kisah-kisah seputar puasa, ada juga daftar Iftar Sofrasi il Imsakiye untuk 81 kota. Ada juga kutipan Bir Hadis dan Bir Ayet. Yakni, kutipan sebuah Hadis Rasulullah SAW dan ayat Alquran.

Meski menjadi ''agamis'', koran Takvim tetap memuat angka Loto (undian semacam SDSB) di halaman satu, di dekat logo. Sedangkan Sozcu memuat dengan cukup mencolok di halaman terakhir, yang berwarna, Miss Turkey European Union yang baru terpilih. Perempuan itu berbikini!

Dalam kehidupan media di bulan Ramadan ini, ciri negara sekuler Turki tetap terlihat. Ada televisi yang benar-benar cuek terhadap bulan puasa. Fox TV, misalnya, ikut siaran ketika saat sahur tiba. Tetapi, televisi tersebut menyiarkan acara kuis semacam Who Want to be a Millionaire. Tentu saja acara itu penuh hura-hura dan bersifat entertainment murni.

Atau juga NTV. Televisi itu juga ''bangun'' ketika sahur. Tetapi, ketika televisi lain yang punya siaran Ramazan menyiarkan daftar imsakiyah kota-kota, NTV menyiarkan ramalan cuaca dari kota ke kota!

Bangsa Turki sudah bertradisi memahami perbedaan tanpa dimasukkan hati. (habis)

1 comment:

gita said...

Subhanalloh, apakah ini yg dimaksud kerukunan beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara